Selasa, 02 April 2013
KESEDERHANAAN DALAM KEMAKMURAN
Pada masa Rasulullah memimpin masyarakat Madinah, selaku orang besar ia justru paling
melarat, walaupun warga Madinah hidup berkecukupan.
Pada suatu hari, ketika Rasulullah mengimami Shalat Isya berjamaah, para sahabat yang
jadi makmum dibuat cemas oleh keadaan nabi yang agaknya sedang sakit payah.
Buktinya, setiap kali ia menggerakkan tubuh untuk rukuk, sujud dan sebagainya, selalu
terdengar suara keletak-keletik, seakan-akan tulang-tulang Nabi longgar semuanya.
Maka, sesudah salam, Umar bin Khatab bertanya,"Ya, Rasullullah, apakah engkau sakit?".
"Tidak, Umar, aku sehat," jawab Nabi.
"Tapi mengapa tiap kali engkau menggerakkan badan dalam shalat, kami mendengar
bunti tulang-tulangmu yang berkeretakan?".
Mula-mula, Nabi tidak ingin membongkar rahasian. Namun, karena para sahabat
tampaknya sangat was-was memperhatikan keadaannya, Nabi terpaksa membuka
pakaiannya. Tampak oleh para sahabat, Nabi mengikat perutnya yang kempis dengan
selembar kain yang didalamnya diiisi batu-batu kerikil untuk mengganjal perut untuk
menahan rasa lapar. Batu-batu kerikil itulah yang berbunyi keletak-keletik sepanjang Nabi
memimpin shalat berjamaah.
Serta merta Umar pun memekik pedih, "Ya, Rasulullah, apakah sudah sehina itu
anggapanmu kepada kami? Apakah engkau mengira seandainya engkau mengatakan
lapar, kami tidak bersedia memberimu makan yang paling lezat? Bukankah kami
semuanya hidup dalam kemakmuran?".
Nabi tersenyum ramah seraya menyahut, "Tidak, Umar tidak. Aku tahu, kalian, para
sahabatku, adalah orang-orang yang setia kepadaku. Apalagi sekedar makanan, harta
ataupun nyawa akan kalian serahkan untukku sebagai rasa cintamu terhadapku, tetapi
dimana akan kuletakkan mukaku dihadapan pengadilan Allah kelak di Hari Pembalasan,
apabila aku selaku pemimpin justru membikin berat dan menjadi beban orang-orang
yang aku pimpin?".
Para sahabat pun sadar akan peringatan yang terkandung dalam ucapan Nabi tersebut,
sesuai dengan tindakannya yang senantiasa lebih mementingkan kesejahteraan umat
daripada dirinya sendiri.
Seorang tabib yang dikirim oleh penguasa Mesir, Muqauqis, sebagai tanda persahabatan,
selama dua tahun di Madinah sama sekali menganggur. Menandakan betapa kesehatan
penduduk Madinah betul-betul berada pada tingkatan yang tinggi. Sampai tabib itu bosan
dan bertanya kepada Nabi, "Apakah masyarakat Madinah takut kepada tabib?"
Nabi menjawab, "Tidak. Terhadap musuh saja tidak takut, apalagi kepada tabib".
"Tapi mengapa selama dua tahun tinggal di Madinah, tidak ada seorang pun yang pernah
berobat kepada saya?"
"Karena penduduk Madinah tidak ada yang sakit," jawab Nabi.
Tabib itu kurang percaya, "Masak tidak ada seorang pun yang mengidap penyakit?".
"Silakan periksa ke segenap penjuru Madinah untuk membuktikan ucapanku,"ujar Nabi.
Maka tabib Mesir itu pun melakukan perjalanan kelililng Madinah guna mencari tahu
apakah benar ucapan Nabi tersebut. Ternyata memang di seluruh Madinah ia tidak
menjumpai orang yang sakit-sakitan.
Akhirnya, ia berubah menjadi kagum dan bertanya kepada Nabi, "Bagaimana resepnya
sampai orang-orang Madinah sehat-sehat semuanya?"
Rasulullah menjawab, "Kami adalah suatu kaum yang tidak akan makan kalau belum
lapar. Jika kami makan, tidaklah sampai terlalu kenyang. Itulah resep untuk hidup sehat,
yakni makan yang halal dan baik, dan makanlah untuk takwa, tidak sekedar memuaskan
hawa nafsu".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar