Selasa, 02 April 2013

Jumlah Bukan Segalanya



Dalam islam, Jumlah bukanlah penentu segala galanya. Betapa banyak, golongan
yang lebih kecil mengalahkan golongan yang lebih besar. Peristiwa peristiwa
sejarah dan kegemilangan islam masa lampau,menunjukkan betapa umat islam yang
berjumlah kecil, bisa mengalahkan pasukan musuh yang berjumlah lebih besar
bahkan jauh berlipat lipat. Siapa yang menyangsikan kekuatan iman para sahabat ?
Siapa yang menyangsikan kelurusan tauhid dan ketinggian para sahabat yang mulia
? Rupanya disinialah kuncinya pertolongan ALLAH.Ketika keimanan sangat tinggi,
keyakinan akan pertolongan Allah begitu besar dan tidak bergantung kepada selain
Allah, kekuatan pasukan muslim menjadi berlipat ganda. Allah menurunkan
pasukannya dan menggentarkan hati hati musuh musuh islam sehingga dapat kita
lihat bagaimana di Badar kaum kafir Qura’is terkalahkan.

Dalam sejarah sejarah islam terdahulu, sungguh kita dapati bagaimana generasi
terbaik umat ini berjuang untuk menegakkan agama islam. Sebagian besar
peperangan yang dilaluinya jumlah pasukan kaum muslimin lebih kecil dari pada
musuh nya. Rupanya para sahabat memang tidak menganggap bahwa jumlahlah penentu
kemenangan. Bahkan dalam perang hunain, ketika seorang prajuruit merasa akan
menang karena jumlah mereka yang besar, ternyata pasukan islam malah kocar
kacir. Terbukti bahwa jumlah memang bukan penentu.

Bulan jumadil’ awal 8 H, rosulullah memberangkatkan 3000 orang pasukan ke
Syiria. Zaid bin haritsah ditunjuk sebagai panglima perang, dengan instruksi
jika Zaid gugur, penggantinya adalah Ja’far bin Abu Thalib. Jika Ja’far gugur
penggantinya adalah Abdullah bin Rawahah.

Sampai di daearah Ma’an kaum muslim mengetahui bahwa kekuatan musuh mencapai
200
ribu terdiri dari 100 ribu tentara Romawi dan 100 ribu orang Nasrani keturunan
Arab dari berbagai kabilah. Subhanallah, bagaimana 3000 orang akan melawan
200.000 pasukan? Logika saja mengatakan 1 orang harus menghadapi 1 : 60 – 70
Pasukan musuh.

Selama 2 hari kamu muslim bermusyawarah tentang kondisi yang mereka hadapi. Ada
yang mengusulkan agar mereka mengirimkan surat kepada Rosulullah, mereka
berharap rosulullah mengirimkan pasukan tambahan. Namun Abdullah bin Rawahah
tidak setuju dan berseru dengan semangat menyala “ Wahai manusia, apa yang tidak
kalian sukai dalam pertempuran ini, justru yang selama ini kalian cari yaitu
Syahid. Kita berperang bukan mengandalkan jumlah pasukan, kekuatan dan banyaknya
perlengkapan dan perbekalan. Kita perangi mereka demi agama ini yang karena
Allah memuliakan kita. Karena itu majulah terus dan raih satu dari dua kebaikan
: Menang atau Mati Syahid.” ( Ibnu Hisyam III/ 430 ).

Menggeloralah semangat kaum muslimin akan hal ini. Zaid Bin Haritzah membawa
pasukannya kedaerah yang terkenal dalam sejarah : Mu’tah. Disinilah pertempuran
3000 pejuang islam melawan 200 ribu pasukan musuh terjadi. Suasana pertempuran
begitu sengit, dan syahidlah Panglima perang Zaid Bin Haritzah terkena panah
pasukan romawi.

Bendera islam dipegang oleh Ja’far bin Abu Thalib. Pahlawan islam yang baru
kembali dari Habasyah ini berperang dengan gagah berani, sampai tangan kanannya
berhasil ditebas musuh. Ketika tangan kanan nya telah terputus, dipeganglah
bendera dengan tangan kiri. Begitu tangan kirinya putus, ditebas pedang musuh,
dikempitlah bendera tersebut dengan sisa lengannya. Akhirnya pahlawan ini
menemui robnya sebagai Syahid dengan tubuh terbelah dua dan lebih dari 70 luka
di tubuhnya.

Bendera dipunguit oleh Tsabit Bin Arqam dan diserahkan kepada Khalid Bin Walid,
yang kala itu belum genap 3 bulan memeluk islam.Khalid pun menolak dan berkata “
Anda lebih patut memegangnya. Anda lebih tua dan telah ikut perang Badar” Jawab
Khalid Bin Walid. “ Ambillah, hai laki laki. Demki Allah, aku mengambil bendera
ini hanya karena akan kuberikan kepadamu. Jawab Tsabit.” Akhirnya Pasukan islam
yang sedang terdesak ini dipimpin oleh Khalid Bin Walid. Rupanya khalid Bin
Walid memang sangat ahli dalam strategi perang dan seorang panglima perang yang
sangat brilian baik sebelum apalagi setelah menjadi seorang mukmin. Diaturlah
strategi baru, pasukan yang semula berada di depan dialihkan kebelakang juga
sebailiknya. Demikian juga pasukan Sayap kanan dialihkan ke kiri dan sebaliknya.
Strategi luar biasa ini membuat musuh terkecoh, mengira pasukan islam mendapat
tambahan pasukan. Perlahan lahan, pasukan islam yang awalnya dalam kondisi
terancam bisa
diselamatkan. Diakhir peperangan pasukan islam yang gugur hanya 13 orang. Buku
buku sejarah , Tidak memberikan angka pasti berapa besar jumlah korban dari
pasukan romawi.

Betapa yang kecil tidak selalu terkalahkan dengan yang besar. Dalam perang
Mu’tah ini, banyak sekali ibroh yang bisa diambil, bahwa kekuatan iman memegang
peranan yang begitu besar. Jika kondisi islam saat ini yang jumlahnya begitu
besar saja justru terpuruk,sudah seharusnya kita merenungkan dan mengambil
sebuah pelajaran, mungkinkah kebesaran islam akan kembali dengan meminta
bantuan dari musuh musuh islam yang seolah olah sangat baik membantu kita ?
Mungkinkah kejayaan islam akan kembali tanpa kita memiliki rasa bangga terhadap
islam dan lebih mencintai system islam daripada system buatan manusia ? Kita
lihat, Sejak 1948, Tel Aviv menjadi ibukota Israel, dengan tangisan ratusan juta
umat islam dan senyum kemenangan Israel dan presiden AS Hennry Truman saat itu,
Tahun 67 Dataran tinggi Golan, Sinai , diambil Israel,tahun 81 pembantaian besar
besaran di Kamp pengungsi Sabra & Shatilla dan beribu permasalahan yang tiada
habisnya karena pendudukan
Yahudi, Namun kini sebentar lagi Presiden Palestina Dan Israel akan berunding ,
duduk manis dengan Wasit Amerika. Mungkinkah dalam pertandingan sepakbola,
seorang wasit adalah keluarga dari pemain musuh ?

Kini jumlah kita sangat besar saudaraku. Namun dari jumlah yang besar ini, besar
pula pengekor, yang sangat bangga dengan mengikuti budaya Barat. Dari jumlah
yang besar ini, entah berapa banyak yang bangga dengan agamanya, entah berapa
banyak yang ridho dengan syari’at islam, entah berapa yang banyak yang
merindukan Syari’at islam tegak di bumi ini. Jumlah yang besar sesungguhnya
merupakan potensi, tinggal bagaimana umat ini bersatu dalam dakwah dengan
pemahaman yang benar. Manjadikan Al Qur’an dan sunnah sebagai pedoman. Dengan
inilah Allah memberikan kabar gembira Nasrumminallah wa fatkhunqorib.

Apalagi sauadaraku, dimanapun posisi kita marilah kita menjadi bagian dalam
dakwah untuk meninggikan kalimat Allah..Dikantor, dirumah, lewat tulisan, lewat
perbuatan bahkan jika mampu dengan lisan atau tangan kita Tidak salah jika
seorang penyair mengatakan, umat islam memang sudah seharusnya ada yang terbang
tinggi seperti burung, namun perlu juga ada yang merayap seperti cacing.

Semoga bermanfaat, mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar