Senin, 09 Januari 2012

Belajar Dari Kesalahan


Orang bilang, manusia tempatnya salah dan lupa. Pernyataan ini sudah seringkali kita dengar. Siapapun di antara kita, betapapun merasa punya ilmu dan penguasaan wawasan yang cukup, tetap saja tidak bisa lepas dari kesalahan. Memang, ketika orang melakukan kesalahan itu wajar, hanya saja, bisakah kita senantiasa bisa belajar dari kesalahan itu, mengambil hikmah dari setiap langkah-langkah yang keliru. Inilah proses yang semestinya dilalui orang yang berwatak pembelajar untuk menuju pribadi mulia. Kesalahan, memang bukan untuk ditakutkan apalagi direncanakan, kesalahan adalah sebuah pembelajaran berharga dalam kehidupan kita.

Dalam perjalanan keseharian ini, kita mungkin kerap melihat kesalahan orang lain dibanding dengan bercermin pada diri kita sendiri. Kuman di seberang lautan tampak sementara gajak di pelupuk mata tak tampak. Begitulah sifat yang barangkali masih kita miliki. Kita, begitu jelas melihat kesalahan orang lain. Dan, godaan terbesar kita adalah menyebarkan kesalahan itu kepada orang lainnya.

Inilah godaan yang sering membuat kita lalai. Kita begitu asik membicarakan kesalahan orang lain, borok-borok orang lain. Padahal, kita yakin sepenuhnya membuka aib itu sama halnya memakan bangkai saudara sendiri. Ketika kita menyadarinya dengan kadar iman yang ada, tentu tak mau melakukannya. Namun, kadang dominasi bisikan setan lebih besar dari kadar keimanan kita. 

Hari ini, saya tidak bermaksud untuk menyalahkan siapa-siapa. Hanya ingin mengajak untuk melongok diri kita, dan tentunya diri saya pribadi tentang fenomena setiap kesalahan yang diperbuat oleh setiap manusia di sekitar kita. Entah kawan, saudara maupun tetangga-tetangga kita. Kita mungkin seringkali mendengar kabar keburukan orang lain. Dari sini, lantas kita sesekali ikut-ikutan menyebarkannya, padahal kabar itu belum tentu kebenarannya. Bisa jadi hanya fitnah belaka.

Jujur, saya agak berat untuk membicarakan persoalan ini. Karena, sepanjang pengingatan. Ternyata, saya juga masih saja sering spontan membicarakan keburukan orang. Kadang, malah melontarkan secara jelas siapa orangnya, sosok yang melakukan kesalahan itu. Hanya, kemudian yang terbesit dalam hati, semoga saja, setelah saya menuliskan hal ini, akan menjadi pengingat agar saya lebih berhati-hati ketika berbicara. Dan, pagi ini ijinkan saya melanjutkannya. Untuk siapapun yang pernah membaca goresan sederhana ini, ketika saya kelak kedapatan dalam mengumbar keburukan orang. Jangan segan-segan untuk mengingatkan saya. Dengan senang hati saya menerima usaha saling ingat mengingatkan dalam kebaikan ini.

Selanjutnya, mari kita belajar bersama dari sebuah nukilan kisah menarik yang diungkapkan oleh Ust Lili Nur Aulia dalam bukunya “Beginilah Jalan Dakwah Mengajarkan Kami”, tentang bagaimana kita akan mengutamakan untuk bercermin dari kesalahan yang dilakukan saudara kita. Seperti yang ditanyakan kepada Hasan Al Bashri, “Siapa yang mendidik dirimu hingga menjadi baik?” Hasan Al Bashri mengatakan, “ Diriku sendiri.” “Bagaimana bisa begitu?” tanya orang itu kepadanya. Ia mengatakan, “Jika aku melihat kebaikan yang dilakukan orang lain, aku akan menirunya. Jika aku melihat keburukannya, aku berusaha menjauhi perilakunya itu”.
Begitulah, cara terbaik yang mungkin kita bisa lakukan.

Sungguh indah bukan. Kita justru bisa memetik hikmah dari kesalahan orang lain untuk menjadi pembelajaran bagi diri kita. Bagi perbaikan kualitas kemanusiaan, keimanan dan kemusliman kita. Nampaknya, persoalan ini begitu simpel, begitu remeh temeh. Tapi, rasanya tak mudah bagi kita untuk menerapkannya dalam kehidupan ini. Akhirnya, semoga kita bisa belajar dari setiap kesalahan yang ada. Bukan justru mengumbarnya sehingga melupakan momentum bahwa sebenarnya kesalahan itu justru membuat pengingat diri kita untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Sekarang, tanyakan sendiri dalam setiap hati kita, coba jujur pada nurani kita, lebih banyak mengumbar atau bercermin dari kesalahan yang ada.

ditulis oleh Yon's Revolta

Apa yang kita sombongkan


Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan. Dia melihat Sang Guru sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras. Keringatnya bercucuran deras. Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya, "Apa yang sedang Anda lakukan?"
Sang Guru menjawab, "Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka. Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan. Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya."
Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi dan Fisik. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.
Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.
Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.
Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.
Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence). Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.
Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.
Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.
Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi akhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.
Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala "tampak luar" lainnya. Yang kini kita lihat adalah "tampak dalam". Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.
Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri. Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.
Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali  kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam.
Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kalau begitu, apa yang kita sombongkan?

Sabtu, 07 Januari 2012

Gaya Belajar


Gaya belajar merupakan kecenderungan siswa untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran. Fleming dan Mills (1992) mengajukan empat kategori tersebut sebagai berikut:

Visual (V):
Kecenderungan ini mencakup menggambarkan informasi dalam bentuk peta, diagram, grafik, flow chart, dan simbol visual seperti panah, lingkaran, hirarki dan materi lain, yang digunakan instruktur untuk merepresentasikan hal-hal yang dapat disampaikan dalam kata-kata. Hal ini mencakup juga desain, pola, bentuk dan format lain yang digunakan untuk menandai dan menyampaikan informasi. 

Aural / Auditory (A):
Modalitas ini menggambarkan preferensi terhadap informasi yang “didengar atau diucapkan”. Siswa dengan modalitas ini belajar secara maksimal dari ceramah, tutorial, tape, diskusi kelompok, bicara, dan membicarakan materi. Hal ini mencakup berbicara dengan suara keras atau bicara kepada diri sendiri.

Read/write (R):
Preferensi ini adalah untuk informasi yang ditampilkan dalam bentuk kata-kata. Preferensi ini menekankan pada input berupa teks dan output berupa bacaan atau tulisan dalam segala bentuknya. Orang yang memiliki modalitas ini menyukai power point, daftar, kamus, dan bentuk kata-kata lainnya.

Kinesthetic (K):
Berdasarkan defnisi, modalitas ini mengarah pada pengalaman dan latihan (simulasi atau nyata, meskipun pengalaman tersebut melibatkan modalitas lain. Hal ini mencakup demonstrasi, simulasi, video dan film dari pelajaran yang sesuai aslinya, sama halnya dengan studi kasus, latihan, dan aplikasi.
TIPE VISUAL

Media/bahan yang cocok:
• Guru yang menggunakan bahasa tubuh atau gambar dalam menerangkan.
• Media gambar, video, poster dan sebagainya.
• Buku yang banyak mencantumkan diagram atau gambar
• Flow chart
• Grafik
• Menandai bagian-bagian yang penting dari bahan ajar dengan menggunakan warna yang berbeda
• Simbol-simbol visual

Strategi belajar:

• Mengganti kata-kata dengan simbol atau gambar
TIPE AUDITORI

Media/bahan yang cocok:
• Menghadiri kelas
• Diskusi
• Membahas suatu topik bersama dengan teman
• Membahas suatu topik bersama dengan guru
• Menjelaskan ide-ide baru kepada orang lain
• Menggunakan perekam
• Mengingat cerita, contoh, atau lelucon yang menarik
• Menjelaskan bahan yang didapat secara visual (gambar, power point, dsb.)

Strategi belajar:

• Catatan yang Anda buat mungkin sangat tidak memadai. Tambahkan informasi yang didapat dengan cara berbicara dengan orang lain dan mengumpulkan catatan dari buku.
• Rekam ringkasan dari catatan yang dibuat dan dengarkan rekaman tersebut
• Minta orang lain untuk ‘mendengar’ pemahaman Anda mengenai suatu topik
• Baca buku atau catatan dengan keras
TIPE BACA/TULIS:

Media/bahan yang cocok:
• Kamus
• Handout
• Buku teks
• Catatan
• Daftar
• Essay
• Membaca buku manual

Strategi belajar:

• Tuliskan kata-kata secara berulang-ulang
• Baca catatan Anda (dengan sunyi) secara berkali-kali
• Tulis kembali ide atau informasi dengan kalimat yang berbeda
• Terjemahkan semua diagram, gambar, dan sebagainya ke dalam kata-kata
TIPE KINESTETIK

Media/bahan yang cocok:
• Menggunakan seluruh panca indera – penglihatan, sentuhan, pengecap, penciuman, pendengaran.
• Laboraturium
• Kunjungan lapangan
• Pembicara yang memberikan contoh kehidupan nyata
• Pengaplikasian
• Pameran, sampel, fotografi
• Koleksi berbagai macam tumbuhan, serangga, dan sebagainya

Strategi belajar:

• Anda akan mengingat kejadian nyata yang terjadi
• Masukan berbagai macam contoh untuk memudahkan dalam mengingat konsep
• Gunakan benda-benda untuk mengilustrasikan ide
• Kembali ke laboraturium, atau tempat Anda dapat melakukan eksprimen
• Mengingat kembali mengenai eksperimen, kunjungan lapangan, dan sebagainya.

Jumat, 06 Januari 2012

Bicara Dengan Bahasa Hati


Tak ada musuh yang tak dapat ditaklukkan oleh cinta.
Tak ada penyakit yang tak dapat disembuhkan oleh kasih sayang.
Tak ada permusuhan yang tak dapat dimaafkan oleh ketulusan.
Tak ada kesulitan yang tak dapat dipecahkan oleh ketekunan.
Tak ada batu keras yang tak dapat dipecahkan oleh kesabaran.

Semua itu haruslah berasal dari hati anda.
Bicaralah dengan bahasa hati, maka akan sampai ke hati pula.

Kesuksesan bukan semata-mata betapa keras otot dan betapa tajam otak anda, namun juga betapa lembut hati anda dalam menjalani segala sesuatunya.

Anda tak kan dapat menghentikan tangis seorang bayi hanya dengan merengkuhnya dalam lengan yang kuat. Atau, membujuknya dengan berbagai gula-gula dan kata-kata manis. Anda harus mendekapnya hingga ia merasakan detak jantung yang tenang jauh di dalam dada anda.

Mulailah dengan melembutkan hati sebelum memberikannya pada keberhasilan anda

PENTINGNYA ILMU PENGETAHUAN


Kita sudah sepakat kalau Saya katakan bahwa ilmu pengetahuan sangat penting. Namun kesepakatan ini tidak cukup hanya diucapkan dimulut saja, namun harus diyakini dalam hati dan harus ada upaya konkrit yang mengarah kepada komitmen tersebut.
Dengan ilmu hidup kita semakin mudah, sulit dibayangkan jika jaman sekarang ilmu dan teknologi belum menjamah kehidupan kita. Bepergian kemana saja harus jalan kaki, kita belajar masih memakai sabak dan grips seperti pada era tahun tujuhpuluhan. Belum ada alat komunikasi yang canggih, yang ada hanya kentongan.
Upaya untuk menanamkan pemahaman kepada siapapun, bahwa ilmu sangat penting dalam hidup dan kehidupan ini.
Pertama, usaha tak kenal lelah dan tak kenal menyerah menanamkan pentingnya ilmu pengetahuan dan bahayanya kebodohan. Orang bodoh hanya akan menjadi makanan, dan budak dari orang-orang pandai. Kebodohan identik dengan kebutaan, identik dengan kematian sebelum waktunya. Dunia ini gelap dan serba sulit baginya, rasanya apapun yang dikerjakan serba sulit dan tidak memuaskan. Lain halnya dengan orang pandai, kata tidak mungkin tidak ada dalam kamus mereka, semuanya serba mungkin terjadi.
Kedua, menciptakan sikap mencinta ilmu, gairah belajar, sungguh-sungguh, cinta prestasi, cinta lulus dan cinta kesuksesan. Dunia ini dapat kita raih hanya dengan ilmu, kehdupan akhirat pun dapat kita raih dengan. Ilmu membuat orang mempunyai kedudukan mulia di sisi Sang Illaihi Rabbi. Ilmu akan menjaga pemiliknya, ilmu tidak akan berkurang jika diberikan kepada orang lain, justru sebaliknya akan bertambah.
Ketiga, saling take and give, saling memberi dan menerima, bagi yang pandai mengajarlah dan bagi yang tidak bisa belajarlah. Inilah resep yang luar biasa. Jika seandainya semua orang tahu betapa besar pahalanya orang yang menuntut, tentu semua orang akan berbondong-bondong datang ke majlis taklim, kajian-kajian, forum-forum diskusi, bagi pelajar tidak pernah bolos, dan merasa sangat menyesal kalau tidak masuk sekolah atau belajar.
Keempat, hindari pemahaman yang salah tentang pendidikan kaum wanita. Masih ada sebagian masyarakat yang beranggapan seorang anak wanita tidak perlu meraih pendidikan setinggi kaum laki-laki. Toh ujung-ujungnya hanya menjadi isteri setia yang bertugas merawat anak-anak dari suaminya dan segalanya telah dicukupi sang suami
Kelima, aktifkan gerakan gemar membaca, bukan membaca merupakan pintu gerbang ilmu pengetahuan.Namun sayang budaya bangsa ini masih budaya mendengar dan belum berhijrah ke budaya membaca. Masih banyak siswa yang tidak suka membaca, terbukti mereka jarang-jarang belajar. Bahkan sebagian mereka merasa belajar adalah sebuah kewajiban dan bukan sebuah kebutuhan. Seperti halnya kalau kita harus makan.
Terakhir, kesepahaman bahwa ilmu penting harus diapliedkan dalam amalan riil, gerakan meringankan beban biaya belajar, misalnya melalui pemberian beasiswa, seperti dilakukan sebagian kecil perusahaan yang memberikan beasiswa kepada para pelajar dan mahasiswa. Tentu hal positif ini juga harus didukung oleh wali siswa, dengan mensuport sekolah dengan suntikan dana sebagai biaya operasinal pelaksnaan pembelajaran yang berkualitas. Dimana sekarang pemerintah sudah mulai sadar dan care kepada dunia pendidikan dengan bantuan yang berupa blokgrant, bantuan khusus siswa miskin, bea siswa prestasi dsbnya.