Jumat, 12 April 2013

Ibuku Bermata Satu


Ibuku hanya memiliki satu mata. Aku membencinya, ia adalah sebuah hal yang memalukan. Ibuku menjalankan sebuah toko kecil pada sebuah pasar. Dia mengumpulkan barang-barang bekas dan sejenisnya untuk dijual, apapun untuk mendapatkan uang yang kami butuhkan. Ia adalah sebuah hal yang  memalukan. Pada suatu hari di sekolah. Aku ingat saat itu hari ketika ibuku datang. Aku  sangat malu. Mengapa ia melakukan hal ini kepadaku? Aku melemparkan muka  dengan rasa benci dan berlari. Keesokan harinya di sekolah.. “Ibumu hanya  memiliki satu mata?” dan mereka semua mengejekku. Aku berharap ibuku hilang dari dunia ini, maka aku berkata kepada ibu aku,”Ibu, kenapa kamu tidak memiliki mata lainnya? Ibu hanya akan menjadi bahan  tertawaan. Kenapa Ibu tidak mati saja?” Ibu tidak menjawab. Aku merasa  sedikit buruk, tetapi pada waktu yang sama, rasanya sangat baik bahwa aku telah mengatakan apa yang telah ingin aku katakan selama ini. Mungkin itu karena ibu tidak menghukum aku, tetapi aku tidak berpikir bahwa  aku telah sangat melukai perasaannya. Malam itu, Aku terbangun dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air.  Ibuku menangis di sana, dengan pelan, seakan ia takut bahwa ia akan membangunkanku. Aku melihatnya, dan pergi. Karena perkataanku sebelumnya  kepadanya, ada sesuatu yang mencubit hati aku.

Meskipun begitu, Aku membenci ibuku yang menangis dari satu matanya. Jadi,  Aku mengatakan diri ku jikalau aku tumbuh dewasa dan menjadi sukses,  karena aku membenci ibu bermata-satu dan kemiskinan kami. Lalu aku belajar dengan keras, aku meninggalkan ibu ke Seoul untuk belajar, dan diterima di Universitas Seoul dengan segala kepercayaan diri. Lalu, aku menikah, aku membeli rumah milikku sendiri dan memiliki anak-anak juga. Sekarang, aku hidup bahagia sebagai seorang pria yang sukses, aku menyukainya disini karena ini adalah tempat yang tidak meningatkan aku akan ibu.

Kebahagiaan ini menjadi besar dan semakin besar, ketika seseorang tidak terduga menjumpai aku “Apa?! Siapa ini?”… Ini adalah ibu aku.. tetap dengan satu matanya. Ini rasanya seperti seluruh langit sedang jatuh ke diri aku. Anak perempuan aku lari kabur, takut akan mata ibu aku,  aku bertanya kepadanya, “Siapa Anda? aku tidak mengenalmu!!” aku bersandiwara. aku berteriak kepadanya “Mengapa engkau berani datang ke rumah aku dan menakuti anak-anakku! Pergi dari sini sekarang juga!” ibu dengan pelan menjawab, “Oh, maafkan aku, aku pasti salah alamat,” dan dia menghilang. Terima kasih Tuhan. Ia tidak mengenali aku, lega rasanya. aku mengatakan kepada diri aku bahwa aku tidak akan peduli, atau berpikir tentang ini sepanjang sisa hidup aku. Lalu ada perasaan lega datang kepada aku. Suatu hari, ada surat undangan reuni teman-teman sekolahku dulu. Aku berbohong kepada istri, ku katakan bahwa aku pergi bisnis. Setelah reuni ini, aku pergi ke rumah lama aku.. karena rasa penasaran saja, aku menemukan ibu terjatuh di tanah. Tetapi aku tidak meneteskan satu air mata. Ia memiliki sepotong kertas di tangannya dan itu adalah surat untuk ku.

Anakku, hidupku sudah cukup lama. Aku tidak akan mengunjungi Seoul lagi, tetapi apakah itu terlau berat jika aku ingin kamu datang menunjungiku sekali saja nak? aku sangat merindukanmu, aku sangat lega ketika mendengar kamu akan datang pada reuni ini. Tetapi aku memutuskan untuk tidak datang ke sekolah. Untuk kamu, maafkan jika aku hanya bermata satu dan hanya memalukanmu. Tahukah kamu, ketika masih kecil, kamu mengalami kecelakaan, dan satu matamu luka dan rusak tidak dapat disembuhkan. Sebagai seorang ibu, aku tidak tahan melihatmu tumbuh dengan satu mata, maka ku putuskan mendonorkan mata ini untuk mu, aku sangat bangga kepadamu yang melihat dunia dengan dua mata itu. Aku tidak pernah marah kepadamu atas apapun yang kamu lakukan. Beberapa kali ketika kamu marah kepadaku, kamu selalu menyesali memilili ibu yang bermata satu. Semuanyta ku biarkan, rahasia ini hanya milik ibu,  karena aku sangat mencintai anakku.” Aku rindu waktu ketika kamu masih kecil dan berada di sekitarku.

Aku sangat merindukanmu, aku mencintaimu. Kamu adalah duniaku. Kamu adalah mutiaraku, Kamu adalah segala-galanya bagiku. Pengorbananku ikhlas, tidak butuh imbalan apapun, walau hanya sekedar ucapan terima kasih. Ketahuilah anakku, itulah jawaban yang selama ini kamu tunggu-tunggu.Itulah perjuangan seorang ibu, dan itulah balasanmu selama ini, tetapi aku tetap memaafkanmu sebelum kamu minta maaf.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar