Kamis, 05 Januari 2012

Ambillah Pelajaran dari Perjalanan Buah Kelapa





Akarnya menghujam ke tanah, pohon dan daunnya menjulang ke angkasa. Nampak gagah, tinggi dan tegap serta pohonnya pun sangat kokoh. Setelah sekitar 5 tahun s.d. 10 tahun barulah mereka menghasilkan buah. Itulah pohon nyiur atau orang juga menyebutkan pohon kelapa.

Untuk meraih penuh kebermaknaan, jalan panjang meski dilewatinya. Simaklah perjalanan panjang buah kelapa sampai bisa bermanfaat bagi kehidupan kita. Petani pemilik kebun kelapa perlu mengerahkan seluruh powernya untuk memanjat pohon setinggi 10 meter atau 15 meter bahkan ada yang lebih tinggi lagi, agar dapat memetik buah kelapa. Petani tersebut mulai memetik satu, dua, tiga buah kelapa dan menjatuhkannya satu demi satu ke tanah atau ke jalan desa, atau ke batu dan sebagian ada yang pecah, ada yang retak dan beruntung dia kalau masih utuh.

Itu belum cukup. Petani masih harus mengulitinya agar bisa memanfaatkan kandungannya. Setelah kulitnya hilang, kemudian Petani mengambil sabit untuk membelah buah kelapa tersebut. Itupun masih belum cukup. Tahap berikutnya biji buah kelapa dilepas paksa dari tempurungnya, kemudian dimasukkan ke mesin giling  agar hancur atau orang kampung biasa menyebutnya dengan istilah memarut. Setelah hancur dan lunak, kemudian diperaslah dia agar mengeluarkan air santan yang putih itu.

Begitulah penderitaan Sang Buah Kelapa untuk mencapai penuh kebermaknaan, itupun ternyata belum cukup. Sang Santan hasil perasan tersebut harus direbus sampai mendidih, dan ditunggu sampai menguapkan seluruh kandungan air yang ada. Kemudian diperaslah lagi agar residu [ampas] bisa dipisahkan dengan minyak kepala [minyak goreng] itu. Itupun dia masih belum bermakna, tidak ada cerita ada orang meminum minyak kelapa. Artinya minyak kelapa tersebut masih belum bisa dikonsumsi atau belum dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat.

Barulah setelah minyak kelapa digunakan untuk menggoreng, apakah itu ketela pohon, ubi tanah, atau ikan, atau daging, atau makanan yang lain, barulah nampak manfaatnya. Tanpa dikomplementasikan [digabungkan] dengan lainnya dia belum bisa bermanfaat secara optimal.

Artinya kita jangan mudah putus asa, banyak penderitaan yang mungkin dilalui agar diri kita bermanfaat bagi sesama. Katanya nilai seseorang itu tergantung seberapa besar manfaatnya bagi sesamanya. “Khoirun nassi anfauhum linnass” sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat kepada sesamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar